Sebelum Belanda datang ke Indonesia, Agama Islam sudah masuk di Indonesia
melalui jalur perdagangan. Pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India sampai
ke kepulauan Indonesia sejak abad ke-7. Para pedagang dalam menjalankan misi
dakwahnya melalui pengajaran, aktualisasi ajaran Islam, sikap yang simpati
diperlihatkan kepada masyarakat termasuk kelompok bangsawan.[1] Belanda
datang ke Indonesia, menghadapi kenyataan bahwa sebagian besar penduduk yang
dijajahnya di kepulauan Nusantara ini adalah beragama Islam. Belanda sangat
khawatir akan timbulnya pemberontakan orang-orang Islam fanatik. Islam sangat
ditakuti, karena kurangnya pengetahuan mereka yang tepat mengenai Islam,
sehingga mula-mula Belanda tidak berani mencampuri agama ini secara langsung.[2]
Pada saat Belanda memasuki Nusantara (1596) sudah mulai terasa akan
kesulitan dalam menghadapi masyarakat Islam. Kolonialisme Belanda selalu
menghadapi perlawanan gencar dari masyarakat yang menganut agama Islam seperti
pertempuran di Banten, Hasanuddin di Makassar, perang Diponegoro, perang Padri,
perang Aceh dan sebagainya. Di sisi lain Belanda sengaja mengembangkan
pendidikan ala Barat yang bercorak sekuler yang digambarkan dapat membimbing
masyarakat ketaraf hidup yang lebih baik, karena pendidikan Barat lebih baik
dari pendidikan Timur. Hal inilah yang dijadikan kedok oleh kolonial Belanda
untuk melancarkan politik penjajahannya.[3] Mereka
juga menjalankan misi Kristenisasi. Namun dengan motivasi keimanan Islam, Belanda
menghadapi perlawanan dari umat Islam. selama berabad-abad dan akhirnya Belanda
mengangkat kaki dari bumi Nusantara tanpa berhasil mengkristenkan bangsa
Indonesia. Pendudukan Jepang di Indonesia yang cenderung mengakomodasi umat
Islam, melapangkan jalan bagi bangkitnya kembali semangat pergerakan-pergerakan
Islam dan nasionalis baik pergerakan politik ataupun pergerakan kemasyarakatan.
Lewat para tokoh pergerakan inilah ide tentang dasar negara terbentuk dan
akhirnya Indonesia berhasil memproklamirkan kemedekaannya dengan dasar
Pancasila walaupun keinginan untuk menjadikan Islam sebagai dasar Negara tidak
tercapai.[4]
Pada zaman revolusi merupakan suatu zaman yang paling cemerlang
dalam sejarah Indonesia, hak-hak Indonesia akan kemerdekaan ditunjukkan oleh
pengorbanan-pengorbanan yang luar biasa oleh bangsa Indonesia. Dalam rentang
waktu diantara tahun 1945 hingga 1949, Indonesia mengalami suatu masa
pergolakan politik yang amat besar. Dari sebuah koloni Belanda yang tertindas,
Indonesia muncul dan menggertak dunia. Ketika ribuan serdadu Belanda datang dan
bermaksud menguasai Indonesia kembali, orang orang Indonesia yang telah lelah
tertindas, bangkit dan bergerak angkat senjata melawan serdadu-serdadu Belanda yang
mereka anggap sebagai penjajah. Pergerakan ini meluas dan menjalar hingga
seluruh pelosok negeri.[5]
Pada 10 Oktober 1945 belanda dan sekutunya telah menduduki Medan
dan terjadi pertempuran pada tanggal 13 Desember 1945 hal ini dilakukan oleh
Tentara Keamanan Rakyat. Pertempuran ini merupak pertempuran pertama yang
dilakukan oleh pemuda di Medan dalam menghadapi Belanda dan sekutu.[6] Umat
Islam selalu berada digaris terdepan dalam melawan penjajahan. Kita bisa
melihat dari serangan kerajaan Demak Bintoro terhadap Portugis dalam merebut
kembali selat Malaka. Sultan Agung yang harus melakukan penyerangan terhadap
Jayakarta demi merebut dan mengusir penjajah. Pangeran Diponegoro dengan perang
gerilyanya hingga menjadikan perang terbesar harus kalah dengan strategi licik
dan pengecut bangsa penjajah. Kita semua sepakat bahwa kemerdekaan Indonesia
tak hanya umat Islam yang memperjuangkan. Tapi peran umat Islam dalam melawan
dan memperjuangkan kemerdekaan sudah dimulai sejak kerajaan-kerajaan Islam.
Bahkan berbagai bangsa Eropa yang datang di Nusantara dengan membawa tiga
tujuan salah satunya adalah menyebarkan kekristenannya tak mampu mengubah
keimanan umat Islam namun, yang terjadi semakin kuat keislamannya hingga mampu
menjadikan bangsa Indonesia adalah terbesar penduduknya yang memeluk agama
Islam.[7]
Mendasarkan pada konsep Pancasila, negara berkepentingan menjadikan
rakyatnya beragama. Itulah sebabnya sekalipun negara ini bukan berdasarkan
agama. Justru yang seharusnya dibangun adalah Pancasila memerlukan Islam, dan
demikian pula agama-agama lainnya seperti Hindu, Budha, Kristen, Katholik dan
lainnya. Berbagai jenis agama tersebut itu, dengan menganut falsafah Pancasila
dalam berbangsa dan bernegara, maka memiliki keleluasaan untuk tumbuh dan
berkembang. Berbagai jenis agama diakui dan dipersialahkan kepada umatnya
menjalankan ajarannya masing-masing sebaik-baiknya.[8]
[1] Sushmihara,
“Pendidikan Islam Pada Masa Belanda Dan Jepang,” Jurnal Rihlah 1 (2013): h.
108.
[2] Sushmihara,
“Pendidikan Islam Pada Masa Belanda Dan Jepang,” h. 108.
[3] Duriana,
“Islam Di Indonesia Sebelum Kemerdeaan,” Dialektika 9 (2015): h. 58
[4] Duriana,
“Islam Di Indonesia Sebelum Kemerdekaan,” h. 69.
[5] Ricklefs.
Sejarah Indonesia Modern. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1991).
Hlm,317.
[6] Khoirul
Anam, “Kilas Resolusi Jihad dan Pristiwa 10 Nopember”, http://www.nu.or.id/.
[7] Faiful
Mukshani, “Peran Umat Islam Dalam Kemerdekaan Indonesia.”
[8] 6
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, “Islam Dan Pancasila,” Gema Media Informasi (June
1, 2015)
Daftar
Pustaka
Sushmihara,
“Pendidikan Islam Pada Masa Belanda Dan Jepang,” Jurnal Rihlah 1 (2013)
Duriana,
“Islam Di Indonesia Sebelum Kemerdeaan,” Dialektika 9 (2015)
Ricklefs.
Sejarah Indonesia Modern. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 1991)
Khoirul
Anam, “Kilas Resolusi Jihad dan Pristiwa 10 Nopember”, http://www.nu.or.id/.
Faiful
Mukshani, “Peran Umat Islam Dalam Kemerdekaan Indonesia.”
Prof.
Dr. H. Imam Suprayogo, “Islam Dan Pancasila,” Gema Media Informasi (June 1,
2015)
0 komentar:
Posting Komentar