Sumber: https://www.bacaanmadani.com/2019/08/tahap-tahap-perkembangan-islamdi-asia.html
Awal mula kedatangan Islam di Asia Tenggara memunculkan perdebatan
panjang diantara para sejarawan yang mengkaji sejarah Islam di-Asia Tenggara.[1] Perdebatan
tentang awal mula hadirnya Islam di wilayah ini, setidaknya memunculkan
beberapa teori, dengan banyak sejarawan yang saling mendukung dan saling
membantah. Perdebatan itu berada pada beberapa pertanyaan pokok, kapan, dimana,
dari mana, dan oleh siapa, Islam hadir ke Asia tenggara. Perdebatan ini,
setidaknya dimulai pada abad ke-19. Ada beberapa teori tentang masuknya Islam
ke kawasan Asia Tenggara, seperti teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari
India, Arab dan Persia.[2]
1. Teori India
Teori India yang secara umum menyatakan bahwa Islam berasal dari
India. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Pijnappel yang merupakan
professor pertama tentang studi Melayu di Universitas Leiden. Pijnappel
berargumen bahwa penyebaran Islam ke seluruh Nusantara berafiliasi pada madzhab
fiqh Syafi’i Arab dari Gujarat dan Malabar. Hal ini dikarenakan daerah-daerah
tersebut sangat sering ditemukan dalam sejarah awal Nusantara. Meskipun
demikian, Pijnappel tetap beranggapan bahwa para da’i (proselytizer) yang awal
mula menyebarkan Islam adalah orang-orang Arab dari Gujarat dan Malabar, bukan
orang-orang India sendiri.[3]
2. Teori Arab
Teori yang dikemukakan oleh Marrison mendukung pendapat yang
disampaikan oleh Arnold yang menulis jauh sebelum Marrison. Arnold berpendapat
bahwa Islam dibawa ke Nusantara antara lain juga dari Coromandel dan Malabar.
Pendapatnya ini didasarkan pada persamaan madzhab fiqh di antara kedua wilayah
tersebut. Mayoritas muslim di Nusantara adalah pengikut madzhab Syafi’i, yang
juga cukup dominan di wilayah Coromandel dan Malabar. Menurut Arnold, para
pedagang dari Coromandel dan Malabar mempunyai peranan penting dalam perdagangan
antara India dan Nusantara. Sejumlah besar pedagang ini mendatangi
pelabuhan-pelabuhan dagang dunia MelayuIndonesia dimana mereka ternyata tidak
hanya terlibat dalam perdagangan, tetapi juga dalam penyebaran Islam.[4] Adapun
beberapa bukti dari teori ini yaitu:
· 1). Telah ada perkampungan Arab di Sumatera (Barus) pada 625 M (menurut literatur China Tiongkok)
· 2). Persamaan penulisan dan kesusastraan Asia Tenggara dan Arab
· 3). Karya-karya yang menceritakan pengislaman raja oleh Syeikh dari tanah Arab, misalnya hikayat raja-raja Samudera Pasai mengatakan Raja Malik diislamkan oleh ahli sufi dari Arab yaitu Syeikh Ismail.[1]
3. Teori Persia
Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang di Nusantara berasal
dari Persia, bukan India atau Arab. Teori ini didasarkan pada kesamaan unsur
budaya Persia, khususnya Syiah yang ada dalam unsur kebudayaan Islam Nusantara,
khususnya di Indonesia dengan Persia.[6] Pembangun
teori ini adalah P. A. Hoesein Djajadiningrat. Fokus pandangan teori ini
tentang masuknya agama Islam ke Nusantara berbeda dengan teori Gujarat dan
Mekkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Mazhab
Syafi’inya. Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan
yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai
persamaan dengan Persia. Kesamaan kebudayaan ini dapat dilihat pada masyarakat
Islam Indonesia antara lain: Pertama, peringatan 10 Muharam yang
dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah
Saw. Kedua, adanya kesamaan ajaran antara ajaran Syaikh Siti Jenar
dengan ajaran Sufi Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya. Ketiga,
penggunaan istilah Bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda
bunyi harakat dalam pengajian al-Qur’an. Keempat, nisan pada makam
Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari
Gujarat. Dalam hal ini teori Persia mempunyai kesamaan mutlak dengan teori
Gujarat. Tetapi sangat berbeda jauh dengan pandangan G. E. Morrison. Kelima,
pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’i sebagai mazhab yang
paling utama di daerah Malabar.[7]
Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang
berlangsung selama berabad-abad. Penyebaran Islam di kawasan ini terjadi tanpa
pergolakan politik atau bukan melalui ekspansi pembebasan yang melibatkan
kekuatan militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur kekuasaan dan
norma-norma masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk melalui jalur
perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat Muslim Arab, Persia
dan India dengan masyarakat pribumi.[8] Perkembangan
peradaban Islam di Asia Tenggara tidak dapat dilepaskan dari proses islamisasi
massifnya kerajaan Islam (kesultanan). Berawal ketika raja setempat memeluk
Islam, selanjutnya diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian
rakyat jelata. Dalam perkembangan selanjutnya, kesultanan memainkan peranan
tidak hanya dalam pemapanan kesultanan sebagai sebagai institusi politik
Muslim, pembentukan dan pengembangan istitusi-institusi Muslim lainnya, seperti
pendidikan dan hukum (peradilan agama) tetapi juga dalam peningkatan syiar dan
dakwah Islam.[9]
Para sufí berhasil mengislamkan sejumlah besar penduduk Asia Tenggara setidaknya sejak abad ke-13, sehingga pengaruh Islam keliatan lebih nyata. Hal ini disebabkan oleh karena para sufí tersebut menyampaikan Islam dengan cara yang menarik antara lain dengan menekankan kontiunitas antara budaya dan praktik keagamaan lokal. Misalnya memperkenalkan Islam dengan nuansa tasawuf seperti mengajarkan teosofi sinkretik yang kompleks. Selain itu, mengapa Islam dapat diterima dengan mudah sebagai agama, antara lain karena Islam mengajarkan toleransi dan persamaan derajat di antara sesama, sementara ajaran Hindu menekankan perbedaan derajat manusia, sehingga ajaran Islam sangat menarik perhatian penduduk lokal.[10]
Perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara, terutama di negara-negara yang tergolong anggota ASEAN, juga kelihatan bervariasi dalam arti berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, karena proses masuknya Islam dan terbentuknya masyarakat yang menganut agama ini di tiap negara di kawasan ini tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, di samping karena adanya faktor-faktor tertentu lainnya yang terdapat pada masing-masing negara, boleh jadi menyebabkan timbulnya perbedaan dalam perkembang itu.[11]
Setidaknya ada lima karakteristik Islam di Asia
Tenggara:
1. 1. Islam masuk dengan jalan damai yang
menjadi dominan secara kultural disamping terjadi proses Islamisasi secara struktural
2. 2. Letak geografis Asia Tenggara yang
strategis mendorong banyak orang asing mengunjunginya sehingga Asia Tenggara
merupakan kawasan yang bersifat terbuka.
3. 3. Karena kondisi geografis/geopolitis,
Islam di Asia Tenggara bersifat variatif dan dinamis.
4. 4. Umat Islam di Asia Tenggara merupakan
salah satu wilayah yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
5. 5. Fenomena Islam pesisir yang merupakan
Islam agama kota yang tidak kaku, terbuka, tidak terkonsentrasi pada orangnya,
bersedia menerima perubahan dan sebagainya. Lain halnya dengan karakteristika
Islam daratan atau pedalaman yang cenderung statis, formalistik, struktural,
dan kaku.[12]
[1] Hairus Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara,” Journal of Islamic History 1, no. 2 (November 27, 2021): 170–199.
[2] Saleh,
“Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara.”
[3] Faizal Amin,
“Kedatangan Dan Penyebaran Islam DiAsia Tenggara: Telaah Teoritik Tentang
Proses Islamisasi Di Nusantara,” Jurnal Analisis Islamisasi 8, no. 2 (2018).
[4] Mumuh Muhsin, “Teori Masuknya Islam Ke Nusantara,” Universitas
Padjajaran (2007): h. 4.
[5] Saleh,
“Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara.”
[6] Faizal Amin
and Rifki Abror Ananda, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:
Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara,” Analisis: Jurnal Studi
Keislaman 18, no. 2 (March 1, 2019): 67–100.
[7] Lukmanul Hakim, “DARI PERSIA HINGGA CINA: Diskursus Tentang Teori
Kedatangan Islam Di Melayu Nusantara,” Khazanah: Jurnal Sejarah dan
Kebudayaan Islam (June 4, 2018): h. 10.
[8] Helmiati,
Sejarah Islam Asia Tenggara, Cetakan 1 (Riau: Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru,
2014), hlm. 8
[9] Muhammad
Arbain, “Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam Di Asia Tenggara,” Borneo
International Journal of Islamic Studies Vol. 2(1) (November 2019),
https://bijis.iain-samarinda.ac.id.
[10] Agus Kusman,
“Islam di Asia Tenggara” (n.d.)
[11] M. Dahlan M., “Dinamika Perkembangan Islam Di Asia Tenggara
Perspektif Histori,” Jurnal Abadiyah 13 (2013): h. 114.
Daftar
Pustaka
Agus
Kusman, “Islam di Asia Tenggara”
Faizal
Amin, “Kedatangan Dan Penyebaran Islam DiAsia Tenggara: Telaah Teoritik Tentang
Proses Islamisasi Di Nusantara,” Jurnal Analisis Islamisasi 8, no. 2 (2018).
Faizal
Amin and Rifki Abror Ananda, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:
Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara,” Analisis: Jurnal Studi
Keislaman 18, no. 2 (March 1, 2019)
Hairus
Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara,” Journal of
Islamic History 1, no. 2 (November 27, 2021)
Helmiati,
Sejarah Islam Asia Tenggara, Cetakan 1 (Riau: Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru,
2014)
Lukmanul
Hakim, “DARI PERSIA HINGGA CINA: Diskursus Tentang Teori Kedatangan Islam Di
Melayu Nusantara,” Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam (June
4, 2018)
M.
Dahlan M., “Dinamika Perkembangan Islam Di Asia Tenggara Perspektif
Histori,” Jurnal Abadiyah 13 (2013)
Mumuh Muhsin, “Teori Masuknya Islam Ke Nusantara,” Universitas
Padjajaran (2007)
Muhammad
Arbain, “Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam Di Asia Tenggara,” Borneo
International Journal of Islamic Studies Vol. 2(1) (November 2019), https://bijis.iain-samarinda.ac.id.
Saleh,
“Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara.”
0 komentar:
Posting Komentar