Selasa, 06 Juni 2023

Islam Di Asia Tenggara


 Sumber: https://www.bacaanmadani.com/2019/08/tahap-tahap-perkembangan-islamdi-asia.html 

Awal mula kedatangan Islam di Asia Tenggara memunculkan perdebatan panjang diantara para sejarawan yang mengkaji sejarah Islam di-Asia Tenggara.[1] Perdebatan tentang awal mula hadirnya Islam di wilayah ini, setidaknya memunculkan beberapa teori, dengan banyak sejarawan yang saling mendukung dan saling membantah. Perdebatan itu berada pada beberapa pertanyaan pokok, kapan, dimana, dari mana, dan oleh siapa, Islam hadir ke Asia tenggara. Perdebatan ini, setidaknya dimulai pada abad ke-19. Ada beberapa teori tentang masuknya Islam ke kawasan Asia Tenggara, seperti teori kedatangan Islam ke Asia Tenggara dari India, Arab dan Persia.[2]

1. Teori India

Teori India yang secara umum menyatakan bahwa Islam berasal dari India. Teori ini pertama kali diungkapkan oleh Pijnappel yang merupakan professor pertama tentang studi Melayu di Universitas Leiden. Pijnappel berargumen bahwa penyebaran Islam ke seluruh Nusantara berafiliasi pada madzhab fiqh Syafi’i Arab dari Gujarat dan Malabar. Hal ini dikarenakan daerah-daerah tersebut sangat sering ditemukan dalam sejarah awal Nusantara. Meskipun demikian, Pijnappel tetap beranggapan bahwa para da’i (proselytizer) yang awal mula menyebarkan Islam adalah orang-orang Arab dari Gujarat dan Malabar, bukan orang-orang India sendiri.[3]

2. Teori Arab

Teori yang dikemukakan oleh Marrison mendukung pendapat yang disampaikan oleh Arnold yang menulis jauh sebelum Marrison. Arnold berpendapat bahwa Islam dibawa ke Nusantara antara lain juga dari Coromandel dan Malabar. Pendapatnya ini didasarkan pada persamaan madzhab fiqh di antara kedua wilayah tersebut. Mayoritas muslim di Nusantara adalah pengikut madzhab Syafi’i, yang juga cukup dominan di wilayah Coromandel dan Malabar. Menurut Arnold, para pedagang dari Coromandel dan Malabar mempunyai peranan penting dalam perdagangan antara India dan Nusantara. Sejumlah besar pedagang ini mendatangi pelabuhan-pelabuhan dagang dunia MelayuIndonesia dimana mereka ternyata tidak hanya terlibat dalam perdagangan, tetapi juga dalam penyebaran Islam.[4] Adapun beberapa bukti dari teori ini yaitu:

·      1).  Telah ada perkampungan Arab di Sumatera (Barus) pada 625 M (menurut literatur China Tiongkok)

·         2).  Persamaan penulisan dan kesusastraan Asia Tenggara dan Arab

·     3). Karya-karya yang menceritakan pengislaman raja oleh Syeikh dari tanah Arab, misalnya hikayat raja-raja Samudera Pasai mengatakan Raja Malik diislamkan oleh ahli sufi dari Arab yaitu Syeikh Ismail.[1]

3. Teori Persia

Teori ini menyatakan bahwa Islam yang datang di Nusantara berasal dari Persia, bukan India atau Arab. Teori ini didasarkan pada kesamaan unsur budaya Persia, khususnya Syiah yang ada dalam unsur kebudayaan Islam Nusantara, khususnya di Indonesia dengan Persia.[6] Pembangun teori ini adalah P. A. Hoesein Djajadiningrat. Fokus pandangan teori ini tentang masuknya agama Islam ke Nusantara berbeda dengan teori Gujarat dan Mekkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Mazhab Syafi’inya. Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia. Kesamaan kebudayaan ini dapat dilihat pada masyarakat Islam Indonesia antara lain: Pertama, peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah Saw. Kedua, adanya kesamaan ajaran antara ajaran Syaikh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya. Ketiga, penggunaan istilah Bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian al-Qur’an. Keempat, nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia mempunyai kesamaan mutlak dengan teori Gujarat. Tetapi sangat berbeda jauh dengan pandangan G. E. Morrison. Kelima, pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’i sebagai mazhab yang paling utama di daerah Malabar.[7]

Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang berlangsung selama berabad-abad. Penyebaran Islam di kawasan ini terjadi tanpa pergolakan politik atau bukan melalui ekspansi pembebasan yang melibatkan kekuatan militer, pergolakan politik atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma masyarakat dari luar negeri. Melainkan Islam masuk melalui jalur perdagangan, perkawinan, dakwah dan pembauran masyarakat Muslim Arab, Persia dan India dengan masyarakat pribumi.[8] Perkembangan peradaban Islam di Asia Tenggara tidak dapat dilepaskan dari proses islamisasi massifnya kerajaan Islam (kesultanan). Berawal ketika raja setempat memeluk Islam, selanjutnya diikuti para pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Dalam perkembangan selanjutnya, kesultanan memainkan peranan tidak hanya dalam pemapanan kesultanan sebagai sebagai institusi politik Muslim, pembentukan dan pengembangan istitusi-institusi Muslim lainnya, seperti pendidikan dan hukum (peradilan agama) tetapi juga dalam peningkatan syiar dan dakwah Islam.[9]

Para sufí berhasil mengislamkan sejumlah besar penduduk Asia Tenggara setidaknya sejak abad ke-13, sehingga pengaruh Islam keliatan lebih nyata. Hal ini disebabkan oleh karena para sufí tersebut menyampaikan Islam dengan cara yang menarik antara lain dengan menekankan kontiunitas antara budaya dan praktik keagamaan lokal. Misalnya memperkenalkan Islam dengan nuansa tasawuf seperti mengajarkan teosofi sinkretik yang kompleks. Selain itu, mengapa Islam dapat diterima dengan mudah sebagai agama, antara lain karena Islam mengajarkan toleransi dan persamaan derajat di antara sesama, sementara ajaran Hindu menekankan perbedaan derajat manusia, sehingga ajaran Islam sangat menarik perhatian penduduk lokal.[10]

Perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara, terutama di negara-negara yang tergolong anggota ASEAN, juga kelihatan bervariasi dalam arti berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, karena proses masuknya Islam dan terbentuknya masyarakat yang menganut agama ini di tiap negara di kawasan ini tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan, di samping karena adanya faktor-faktor tertentu lainnya yang terdapat pada masing-masing negara, boleh jadi menyebabkan timbulnya perbedaan dalam perkembang itu.[11] 

Setidaknya ada lima karakteristik Islam di Asia Tenggara:

1.   1. Islam masuk dengan jalan damai yang menjadi dominan secara kultural disamping terjadi proses     Islamisasi secara struktural

2.  2. Letak geografis Asia Tenggara yang strategis mendorong banyak orang asing mengunjunginya  sehingga Asia Tenggara merupakan kawasan yang bersifat terbuka.

3.    3.  Karena kondisi geografis/geopolitis, Islam di Asia Tenggara bersifat variatif dan dinamis.

4.     4. Umat Islam di Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang penduduknya mayoritas beragama   Islam.

5.  5. Fenomena Islam pesisir yang merupakan Islam agama kota yang tidak kaku, terbuka, tidak terkonsentrasi pada orangnya, bersedia menerima perubahan dan sebagainya. Lain halnya dengan karakteristika Islam daratan atau pedalaman yang cenderung statis, formalistik, struktural, dan kaku.[12]



[1] Hairus Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara,” Journal of Islamic History 1, no. 2 (November 27, 2021): 170–199.

[2] Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara.”

[3] Faizal Amin, “Kedatangan Dan Penyebaran Islam DiAsia Tenggara: Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Di Nusantara,” Jurnal Analisis Islamisasi 8, no. 2 (2018).

[4] Mumuh Muhsin, “Teori Masuknya Islam Ke Nusantara,” Universitas Padjajaran (2007): h. 4.

[5] Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara.”

[6] Faizal Amin and Rifki Abror Ananda, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara,” Analisis: Jurnal Studi Keislaman 18, no. 2 (March 1, 2019): 67–100.

[7] Lukmanul Hakim, “DARI PERSIA HINGGA CINA: Diskursus Tentang Teori Kedatangan Islam Di Melayu Nusantara,” Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam (June 4, 2018): h. 10.

[8] Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara, Cetakan 1 (Riau: Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru, 2014), hlm. 8

[9] Muhammad Arbain, “Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam Di Asia Tenggara,” Borneo International Journal of Islamic Studies Vol. 2(1) (November 2019), https://bijis.iain-samarinda.ac.id.

[10] Agus Kusman, “Islam di Asia Tenggara” (n.d.)

[11] M. Dahlan M., “Dinamika Perkembangan Islam Di Asia Tenggara Perspektif Histori,” Jurnal Abadiyah 13 (2013): h. 114.

[12] Faizal Amin, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi di Nusantara.”

[13] Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara.”

Daftar Pustaka

Agus Kusman, “Islam di Asia Tenggara”

Faizal Amin, “Kedatangan Dan Penyebaran Islam DiAsia Tenggara: Telaah Teoritik Tentang Proses Islamisasi Di Nusantara,” Jurnal Analisis Islamisasi 8, no. 2 (2018).

Faizal Amin and Rifki Abror Ananda, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara: Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara,” Analisis: Jurnal Studi Keislaman 18, no. 2 (March 1, 2019)

Hairus Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara,” Journal of Islamic History 1, no. 2 (November 27, 2021)

Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara, Cetakan 1 (Riau: Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru, 2014)

Lukmanul Hakim, “DARI PERSIA HINGGA CINA: Diskursus Tentang Teori Kedatangan Islam Di Melayu Nusantara,” Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam (June 4, 2018)

M. Dahlan M., “Dinamika Perkembangan Islam Di Asia Tenggara Perspektif Histori,” Jurnal Abadiyah 13 (2013)

Mumuh Muhsin, “Teori Masuknya Islam Ke Nusantara,” Universitas Padjajaran (2007)

Muhammad Arbain, “Dinamika Perkembangan Pendidikan Islam Di Asia Tenggara,” Borneo International Journal of Islamic Studies Vol. 2(1) (November 2019), https://bijis.iain-samarinda.ac.id.

Saleh, “Dinamika Historis dan Distingsi Islam Asia Tenggara.”

 


0 komentar:

Posting Komentar