Kerajaan Turki didirikan oleh bangsa
Turki dari kabilah Qayigh Oghus yang merupakan anak suku Tukrey yang mendiamai
Gurun Gobi sebelah barat. Memasuki tahun pertama Masehi, pada masa itu wilayah
Turki bernama Kerajaan Bizantium yang dikuasai oleh bangsa Romawi selama 4
abad.[1] Pendiri
kerajaan ini mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka
waktu kira-kira 3 abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak.
Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10 Masehi. Dibawah tekanan
serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah
barat dan mencari tempat pegunungan ditengah[1]tengah saudara
mereka, yaitu orang-orang Turki Saljuk di dataran tinggi Asia Kecil. Dibawah
pimpinan Ertugrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Atas
bantuan mereka, Sultan Alauddin II mendapat kemenangan.Karena jasa baik itu,
sultan Alauddin II menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan
dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih
kota Syukud sebagai ibu kotanya.[2]
Menurut Syafiq A. Mughni, periode
kepemimpinan turki utsmani terbgai menjadi lima periode: Periode pertama
(1299-1402) dimulai dari berdirinya
kerajaan, Periode kedua (1402-1566) ditandai dengan restorasi kerajaan
dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Periode ketiga
(1566-1699) ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan
wilayahnya. Periode keempat (1699-1838) ditandai degan berangsur-angsur
surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah.
Periode kelima (1839-1922) ditandai dengan kebangkitan kultural dan
administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat.[3] Adapun
kemajuan-kemajuan yang dicapai Turki Utsmani dalam berbagai bidang. Salah satu
diantaranya pada bidang diantaranya: Bidang Militer dan Pemerintahan para
tentara dapat mengatur dan menata sehingga negara Turki Utsmani dijuluki mesin
perang terkokoh dan paling superior, kemudian menyampaikan motivasi yang dapat
mempengaruhi tentara dalam merebut kekuasaan negeri nonmuslim. Garda pertama
yang mendorong kemajuan ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang ada ciri
khas kemiliteran, disiplin, dan patuh terhadap peraturan. Penataan antusiasme
militer kerajaan diorganisasir secara bagus sejak pemerintahan Sultan Murad I.[4]
Selain itu pasti Turki Utsmani pernah mengalami kemunduran pada masanya. Ada tiga
faktor yang menjadi penyebab kehancuran kerajaan Turki Utsmani diantaranya: kelemahan
para sultan dan sistem birokrasi, kemerosotan kondisi sosial ekonomi dan munculnya
kekuatan eropa.[5]
Sejarah Dinasti Safawi
Pada awalnya kerajaan Safawi hanya
merupakan gerakan atau aliran tarekat yang didirikan oleh Safi al-Din Ishak
al-Ardabily (1252-1334 M) di Ardabil, Azerbijan. Tarekat ini dinamakan Safawi
yang diambil dari nama pendirinya. Dalam perjalanannya, tarekat Safawi ini
perlahan-lahan berubah dari gerakan tarekat murni yang bersifat lokal menjadi gerakan
keagamaan yang besar pengaruhnya di Persia, Syria dan Anatolia (Asia kecil) dan
pengikutnya pun semakin bertambah. Fanatisme terhadap tarekat ini yang
menentang sikap orang yang tidak mengikuti faham mereka, memotivasi gerakan ini
memasuki dunia politik.[6] Safawi
mulai terlibat dalam konflik-konflik dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada
di Persia ketika itu, misalnya komflik dengan Kara Konyunlu yang bermazhab
Syi’ah. Ketika Junaid wafat ia digantikan oleh putranya, Haedar (1470 M). Pada
masa pemerintahan Haidar, ia melanjutkan persekutuan ayahnya dengan AK.Koyunlu
untuk melawan Kara Koyunlu. Dan Ia berhasil mengalahkan Kara Konyunlu. pada
tahun 1488, ketika pasukan Haidar menyerang wilayah Sircasia dan pasukan
AK.Koyunlu memberikan bantuan militer kepada pasukan Syirwan, sehingga pasukan
Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam pertempuran tersebut. Kekalahan
dan kematian Haidar, tidak membuat pasukannya putus asa. Mereka berkumpul di
Ardabil dan membaiat Ali, putra sulung Haidar, sebagai pemimpin mereka.
Pada tahun 1493 M, mereka dibebaskan
dengan syarat Ali harus membantu Rustam, putra mahkota AK.Koyunlu untuk
menyingkirkan rival politiknya (sepupunya sendiri) dalam menduduki tahta
kekuasaan. Setelah itu Ali kembali ke Ardabil. Karena khawatir akan pengaruh
Ali semakin meluas. Rustam menyerang Ali (1494) dan dalam serangan tersebut Ali
terbunuh. Kekuatan gerakan Safawi bangkit kembali setelah dipimpin oleh Ismail
bin Haidar (1501-1524 M), yang sebelumnya ditunjuk oleh Ali. Pada saat tentara
AK.Koyunlu menyerang Safawi (1494), Ismail meloloskan dirinya dan lari ke
Ghilan. Ditempat persembunyiannya ia menghimpun kekuatan dan memelihara
hubungan baik dengan para pengikutnya di Azerbijan, Syria dan Anatolia, selama
lima tahun ia bersiap siaga dengan pasukan Qizilbasy nya yang bermarkas di
Gilan. Pada tahun 1501, pasukannya berhasil mengalahkan pasukan AK.Koyunlu,
dengan menaklukkan Tybriz, pusat kekuasaan AK.Koyunlu. Di kota inilah Ismail
memproklamirkan dirinya sebagai Syah Ismail I, penguasa I kerajaan Safawi. Dan
sepuluh tahun kemudian, kerajaan Safawi menguasai seluruh Persia. Dengan
demikian semakin tegaklah kerajaan Safawi dengan sistem pemerintahan teokrat,
dan menjadikan Syi’ah Itsna Asyariah sebagai mazhab resmi Negara. Demikianlah
sejarah asal usul pembentukan kerajaan Safawi, yang dengan eksistensinya sangat
penting dalam sejarah Persia.[7]
Kemajuan kerajaan Safawi itu meliputi: menciptakan sentralisasi kekuatan militer dan administrasi negara dan menciptakan perangkat keagamaan, membangun pabrik-pabrik untuk memproduksi barang-barang mewah, membangun ibu kota baru, yaitu Isfahan. Disamping kemajuan pasti ada kemunduran. Berikut adalah faktor kemunduran kerajaan safawi: Konflik berkepanjangan dengan Turki Usmani dengan Safawi yang tidak pernah berhenti, mengakibatkan lemahnya kekuasaan Safawi, banyaknya daerah dalam wilayah kekuasaan Safawi melepaskan diri dan melakukan pemberontakan-pemberontakan daerah-daerah yang melepaskan diri terhadap kerajaan. Dari faktor diatas kerajaan Safawi akhirnya mengalami kehancuran dan berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia, pada tahun 1736 M yang dijatuhkan oleh Nadir Syah, seorang kepala salah satu suku bangsa Turki yang ada di Persia ketika itu.[8]
Sejarah Dinasti Mughal
Dinasti Mughal merupakan kerajaan
yang didirikan oleh keturunan bangsa Mongol. Bangsa Mongol adalah bangsa yang berasal
dari daerah pegunungan Mongolia yang membentang dari Asia Tengah sampai ke
Siberia Utara, Tibet Selatan dan Manchuriabarat serta Turkistan Timur. Dari
keturunan Timur Lenk lahirlah Abu Said yang merupakan turunan terakhirnya. Dari
Abu Said munculah Umar Sheikh Mirza. Dari Umar Sheikh Mirza lahirlah Sultan
Zahiruddin Muhammad Babur sebagai pendiri Kerajaan Mughal.[9] Kerajaan
Mughal didirikan oleh Sultan Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M) Kemudian
Sultan Zahiruddin Muhammad Babur meninggal dunia saat usia 48 tahun pada
tanggal 26 Desember 1530 M.[10] Disaat
yang gawat darurat itulah Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar putra dari Sultan
Nasiruddin Muhammad Humayun tertua dan baru berusia 14 tahun naik tahta
menggantikan ayahnya yaitu pada tahun 1556 M.[11]
Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar
terkenal dengan kebijakan-kebijakannya yang toleran, sehingga Sultan Jalaluddin
Muhammad Akbar mampu menyatukan hati umat Islam dan umat Hindu yang notabene
selalu bertikai.[12]
Sebagai seorang raja, Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar terus meluaskan wilayah
kekuasaannya. Luas wilayah Mughal yang meliputi hampir seluruh wilayah India
dan juga berbagai agama yang berkembang seperti Hindu, Islam, Budha, Jain,
Zoroaster, Yahudi dan Nasrani dengan Hindu sebagai Mayoritas, menambah ketidakstabilan
India pada saat itu. Akan tetapi Sultan Jalaluddin Muhammad Akbar berhasil
menguasai keadaan tersebut dengan berbagai kebijakan yang diterapkannya.[13] Kemajuan
yang dicapai Sultan Akbar dalam berbagai bidang diantaranya: bidang politik dan
militer, bidang ekonomi, bidang seni dan arsitektur dan bidang agama.[14]
[1] Taqwatul Uliyah,
“Kepemimpinan Kerajaan Turki Utsmani” 7, no. 2 (2021).
[2] Muhammad Basyrul Muvid,
“Sejarah Kerajaan Turki Utsmani Dan Kemajuannya Bagi Dunia Islam” 2 (2018).
[3] Fathur Rahman, “Sejarah
Perkembangan Islam Di Turki” 10 (2018)
[4] Rahmida Putri*, Haidar
Putra Daulay, Zaini Dahlan, “Warisan Peradaban Islam Era Turki Utsmani Sebagai
Penguat Identitas Turki Modern” 1, no. 2 (2021).
[5] Taqwatul Uliyah,
“Kepemimpinan Kerajaan Turki Utsmani” 1, no. 2 (2021).
[6] Harjony Desky,
“Kerajaan Safawi Di Persia Dan Mughal Di India Asal Usul, Kemajuan Dan Kehancuran”
8, no. 1 2016.
[7] Desky, “Kerajaan Safawi
Di Persia Dan Mughal Di India Asal Usul, Kemajuan Dan Kehancuran.”
[8] Adiyana Adam, Abd Rahim
Yunus, and Syamsan Syukur, “Sejarah Perkembangan Dan Kemunduran Tiga Kerajaan
Islam Di Abad Modern (1700-1800-An)” 8, no. 1 (2022)
[9] Abd. Rahim Yunus dan
Abu Haif, Sejarah Islam Pertengahan, (Cet. I : Yogyakarta : Ombak (Anggota
IKAPI, 2016), p.268.
[10] Sandi Nur Rohman,
Dinasti Mughal, p.1
[11] Sokah, Din-illahi,
Kontroversi Keberagamaan Sultan Akbar Agung, (India 1560- 1605 M(Yogyakarta:
Ittaqa Press, 1994),p.5.
[12] Machfud Syaefudin,
dkk, Dinamika Peradaban Islam : Perspektif Historis, (Yogyakarta : Pustaka Ilmu
Yogyakarta, 2013), p.232.
[13] Abul Fazl, Akbar Nama
, (H. Beveridge:1902), p.20.
[14] https://wawasansejarah.com/kebijakan-sultan-akbar-dinasti-mughal/
diakses pada 12 Maret 2023 pukul 22:15
Daftar Pustaka
Adam, Adiyana,
Abd Rahim Yunus, and Syamsan Syukur. “Sejarah Perkembangan Dan Kemunduran Tiga
Kerajaan Islam Di Abad Modern (1700-1800-An)” 8, no. 1 (2022).
Fathur Rahman.
“Sejarah Perkembangan Islam Di Turki” 10 (2018)
Muhammad
Basyrul Muvid. “Sejarah Kerajaan Turki Utsmani Dan Kemajuannya Bagi Dunia
Islam” 2 (2018).
Desky, Harjony.
“Kerajaan Safawi Di Persia Dan Mughal Di India Asal Usul, Kemajuan Dan
Kehancuran” 8, no. 1 : 2016.
Rahmida Putri*,
Haidar Putra Daulay, Zaini Dahlan. “Warisan Peradaban Islam Era Turki Utsmani
Sebagai Penguat Identitas Turki Modern” 1, no. 2 (2021).
Taqwatul
Uliyah. “Kepemimpinan Kerajaan Turki Utsmani” 7, no. 2 (2021).
0 komentar:
Posting Komentar