Kamis, 16 Maret 2023

Sejarah Islam Di Makkah Dan Madinah

Sumber: https://www.cheria-travel.com/2014/03/pesona-kota-suci-makkah-dan-madinah.html

        Bangsa Arab pra-Islam biasanya disebut Arab jahilyah. Bangsa yang belum berperadaban, bodoh dan tidak mengenal aksara. Namun, bukan berarti tidak seorang pun dari penduduk masyarakat Arab yang tidak mampu membaca dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi diketahui sudah mampu membaca dan menulis sebelum mereka masuk Islam. Masyarakat Arab lama (sebelum Islam) memiliki keyakinan animisme, ialah sebuah paham yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh, dan roh tersebut memiliki kekutan ghaib yang disebut Mana dan dikenal sebagai “Kaum Watsani” yaitu kaum yang mengganggap Tuhan mereka dalam bentuk patung-patung sesembahan yang mereka anggap sebagai perantara dengan Tuhan. Bangsa Arab pra Islam juga mengikuti satu ajaran agama, yaitu agama Ibrahim, agama hanif, agama tauhid yang kelak terejawantahkan dalam ajaran Islam.[1]

Islam datang ke tengah-tengah masyarakat Arab-Jahiliyyah dengan membawa syari'ah (sistem hukum) yang sempurna sehingga mampu mengatur relasi yang adil dan egaliter antar individu manusia dalam masyarakat. Secara prinsip, kemunculan Nabi Muhammad saw. dengan membawa ajaran-ajaran egaliter, dapat dinilai sebagai sebuah perubahan sosial terhadap kejahiliyahan yang sedang terjadi di dalam masyarakat, terutama sistem hukumnya, dengan wahyu dan petunjuk dari Allah swt.[2]

Negara yang dipimpin oleh Nabi Muhammad adalah negara hukum, bukan monarki absolut. Hukum tata negara dan hukum publik yang diterapkan bersifat meyeluruh kepada seluruh lapisan penduduk Madinah dan Nabi Muhammad Saw tetap menghargai kemerdekaan beragama bagi penduduk Madinah dengan tidak memaksakan Islam kepada mereka. Faktor kepemimpin Nabi Muhammad Saw berhasil di Madinah disebabkan karena simpatik dan keterbukaan kaum Anshar terhadap Kaum Muhajirin. Sehingga misi kerasulan dalam proses penyebaran Islam semakin mudah diterima oleh masyarakat pada waktu itu karena ditopang dengan kekuatan politik.[3]

Kepemimpinan Nabi selaku kepala negara itu bertujuan untuk mengatur segala persoalan dan memikirkan kemaslahatan umat secara keseluruhan, dalam rangka pelaksanaan siyasah syar’iyah. Rasulullah SAW melakukan perundingan atau negosiasi terutama dengan kaum kafir Quraisy baik di Mekah maupun Madinah untuk menciptakan keharmonisan sosial. Kerangka kerja konstitusional pemerintahan di Madinah ini kemudian tertera dalam sebuah dokumen terkenal yang disebut dengan “Konstitusi Madinah” atau “Piagam Madinah”. Piagam Madinah adalah undang-undang Negara atau konstitusi pertama yang ada di tanah Arab. Semua komunitas, yang tinggal di Madinah baik Muslim maupun Yahudi bersatu padu dan mentaati bersama konstitusi ini dalam sebauh ikatan sosial (negara).[4]

Setelah Nabi Muhammad saw. wafat, status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun, tetapi kedudukan Rasulullah yang kedua sebagai pemimpin kaum muslimin harus segera digantikan dan orang pengganti tersebut dinamakan khalifah. Istilah kekhalifahan muncul setelah terpilihnya Abu Bakar sebagai pemimpin umat islam menggantikan kepemimpinan Rasul Muhammad. kemudian diganti oleh Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan, dan kemudian Ali Ibn Abi Thalib. Keempat orang khalîfah tersebut kemudian dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin.[5]




[1] Muzhiat, “Historiografi Arab Pra Islam,” h. 131.

[2] Ridwan, Chatib, dan Fuad Rahman, “Sejarah Makkah dan Madinah pada Awal Islam (Kajian Tentang Kondisi Geografis, Sosial Politik, dan Hukum Serta Pengaruh Tradisi Arab Pra-Islam Terhadap Perkembangan Hukum Islam),” h. 3.

[3] Faiz Ibrahim dkk., “Konstitusi Madinah dalam Membangun Civil Society,” Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 16, no. 1 (2020): h. 5.

[4] Efrinaldi, “Paradigma Politik Islam: Prototipe Negara Madinah dan Prinsip-Prinsip Politik Kenegaraan,” h. 93.

[5] Adnan, “Wajah Islam Periode Mekkah-Madinah dan Khulafaurrasyidin,” h. 95.

Daftar Pustaka

Adnan, Mohammad. “Wajah Islam Periode Mekkah-Madinah dan Khulafaurrasyidin.” Cendekia: Jurnal Studi Keislaman 5, no. 1 (2019): 85–102.

Efrinaldi. “Paradigma Politik Islam: Prototipe Negara Madinah dan Prinsip[1]Prinsip Politik Kenegaraan.” Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam 2, no. 2 (2017).

Ibrahim, Faiz, Ali Wakhid, Suhandi, dan Bukhori Abdul Shomad. “Konstitusi Madinah dalam Membangun Civil Society.” Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 16, no. 1 (2020).

Muzhiat, Aris. “Historiografi Arab Pra Islam.” Tsaqôfah: Jurnal Agama dan Budaya 17, no. 2 (Desember 2019)

Ridwan, Muannif, Adrianus Chatib, dan Fuad Rahman. “Sejarah Makkah dan Madinah pada Awal Islam (Kajian Tentang Kondisi Geografis, Sosial Politik, dan Hukum Serta Pengaruh Tradisi Arab Pra-Islam Terhadap Perkembangan Hukum Islam).” Al-Ittihad: Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam 7, no. 1 (12 Oktober 2021): 1–20.

0 komentar:

Posting Komentar